Pas lewat di depan kampus UPN, Surabaya, kalau nggak salah dekat pintu empat atau lima. Di sana terdapat deretan warung pinggir jalan, salah satu yang menjadi perhatian saya adalah warung soto daging.
Saya penasaran karena pas pernah lewat disana, kok suasananya ramai. Pas saya dekati ternyata ada tulisan soto daging yang terbuat dari ukiran kayu yang ada di pasang pada sejenis "pikulan" tempat untuk menyajikan soto, biasanya menjadi satu dengan panci yang isinya kuah soto.
Akan tetapi saya tidak langsung mampir untuk makan disana, karena saya memang tidak suka makan di tempat ramai walaupun tempat itu menyajikan makanan enak sekalipun. Mungkin karena saya memang tidak suka antri dalam hal makanan.
Nah pas hujan deras sudah reda, saya sempatkan mampir kebetulan warungnya masih sepi pengunjung. Kebetulan pengin makan makanan hangat untuk sekedar mengusir dingin dari badan.
Tak perlu lama, saya pun memesan satu porsi soto dan pemilik warung segera melayaninya.
"Mas, sotonya dagingnya campur ya?"
"Iya pak, campur.", dia sempat menanyakan apakah dagingnya campur (maksudnya pakai jeroan dll begitu) dan saya jawab iya. Segera ia meracik soto yang saya pesan.
Ah.... soto sudah ada di depan mata saya kaget kenapa kok kuahnya bersantan dan ada emping blinjonya. Dalam kekagetan itu, saya menerawang ke samping depan, ternyata ada banner yang tertutup pohon yang bertulisan Soto Betawi.
Oalah.....! Ternyata ini warung soto betawi, tulisan papan kayu yang ada di "pikulan depan" cuma tertulis soto daging. Saya pikir itu maksudnya soto daging Madura. Ya sudah terlanjur saya pesan, lumayan lah rasanya walaupun masih agak asing bagi saya makan soto daging berkuah santan. (hpx)